Pages

Sabtu, 18 Mei 2013

BOM DALAM PEMBINGKAI BERITA DI TELEVISI


Oleh:
Dicky Andika, M.Si[1]
Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana,
Jakarta Barat, 11650, DKI Jakarta-Indonesia
dq_andika@yahoo.com


ABSTRAK

The television is now a key element of, and ideal forum for, jihadist communications, propaganda, recruitment and networking activities. Television has been used by member of Islamic radical groups to spread message of violence jihad in the name of God. This research is to identify the number of radical jihad on the Internet. The unit analysis of this research is framing analisys in Indonesian language containing with the word of Jihad and to find its definition on the word. The concept or definition of Jihad presented by the news program then grouped into three distintive categories: radical, moderate and neutral. Radical teaching is defined as concept that provoke toward violence, moderate as nonviolence while neutral combine both concepts. The research findings show that radical teaching of Jihad outnumber moderate and neutral thought of Jihad

Key Words: Bom, Jihad, News, Framing Analysis

ABSTRAKSI

Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi menjadi candu. Tipe yang digunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui metode analisis framing. Analisis framing yang dipakai yakni analisis framing Entman dengan segment sebagai unit analisisnya. Menurut Hornby, berita (News) adalah laporan tentang apa yang paling mutakhir, baik peristiwanya maupun fakta. Tayangan berita atau program berita yang kini marak di tayangkan oleh media massa yaitu pemberitaan mengenai terorisme. Dari beragam kasus teror, kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh-Solo yang terjadi pada tanggal 25 September 2011.



Kata Kunci: Bom, Jihad, Berita, Analisis Framming


PENDAHULUAN
Serangkaian aksi teror melalui berbagai peristiwa pemboman di Indonesia telah menghancurkan harta benda dan merengut banyak nyawa manusia yang tidak berdosa. Terorisme telah cukup lama mengguncang masyarakat Indonesia dan telah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu, dan hingga kini belum ada tanda-tanda kegiatan terorisme sudah pasti akan berhenti. Penangkapan teroris terus berlangsung yang menandakan bahwa jumlah mereka tidaklah kecil, belum termasuk para pendukung dan simpatisan. 
Terorisme adalah fakta yang tidak dapat ditolak karena memang benar-benar ada di Indonesia yang dilakukan oleh orang Indonesia. Fakta juga menunjukkan bahwa para pelaku teror adalah kelompok-kelompok Islam radikal yang memiliki ajaran garis keras (radikal) yang membenarkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Menurut Cangara (2007: 165), berita adalah bagian dari proses komunikasi, yakni komunikasi massa. Dimana pesan yang disampaikan melalui media massa memberikan efek atau pengaruh terhadap khalayak. Dalam hal ini, efek sendiri berarti perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Efek atau pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan.
Salah satu berita di televise yaitu Metro Highlights edisi kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh di Solo pada episode 1 Oktober 2011.

TINJAUAN KONSEP
Kontroversi mengenai pengertian jihad sebenarnya sudah dimulai sejak lama namun kembali menghangat ketika aksi terorisme mulai bermunculan di tanah air dan menjadi topik perdebatan antara ulama agama Islam, khususnya antara mereka yang berpandangan moderat dan mereka yang berpandangan radikal. Sedangkan Internet merupakan salah satu media massa yang memiliki karakteristik berbeda dengan media massa lainnya. Pengertian lebih mendalam mengenai konsep ajaran jihad dan Internet diperlukan karena terkait dengan metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini.

Ajaran Islam
Agama Islam memiliki seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia  dan aturan mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Pada umumnya ulama sependapat bahwa sumber hukum primer adalah kitab suci Alquran dan Hadits. Sumber hukum lainnya setelah kedua sumber hukum utama tersebut adalah ijtihad. Ketiga sumber ajaran tersebut merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik.
Alquran adalah firman  Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah (Departemen Agama). Pokok-pokok kandungan dalam Alquran mencakaup ajaran mengenai keesaan Tuhan (tauhid), ibadah, janji dan ancaman serta kisah umat terdahulu.
Sumber hukum kedua setelah Alquran adalah Sunnah yaitu segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sumber hukum berikutnya setealh Al-Qur’an dan Hadits adalah Ijtihad yang berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil Alquran dan hadits. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadits, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran namun tetap mengacu pada Alquran dan hadis.

J i h a d
Jihad merupakan salah satu ajaran Islam yang termuat baik dalam Alquran maupun hadits. Namun mereka yang terlibat dalam tindakan bom bunuh diri, peledakan di berbagai tempat dan aksi kekerasan lainnya sering kali menyatakan bahwa tindakan mereka adalah jihad. Kalangan ulama Islam moderat umumnya memiliki dua pengertian terhadap jihad yaitu:[2]
(1)     Segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut qital atau al-harb,
(2)     Segala usaha yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perbedaan antara terorisme dengan jihad adalah bahwa terorisme sifatnya merusak dan anarkis, tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain, dan dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas, sedang jihad sifatnya melakukan perbaikan sekalipun dengan cara peperangan, tujuan-nya menegakkan agama Allah dan/atau membela hak-hak yang terzalimi, dan dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas.
Kriteria terorisme dapat dipahami sebagai kegiatan menyengsarakan penduduk, merusak perdamaian, mengancam keselamatan jiwa, dan harta benda, dan mengancam ketenteraman dan kenyamanan hidup manusia. Dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang  Penetapan Peraturan Pengganti UU No. 1 Tahun 2002 entang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang diterangkan bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas Negara dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.
Munculnya kelompok-kelompok radikal yang melakukan aksi kekerasan disebut sebagai bentuk distorsi dalam memahami ajaran agama yang salah satunya adalah sifat terlalu kaku atau rigid dalam memahami teks ajaran agama (nash) sehingga menimbulkan sikap tidak toleran terhadap pemahaman ajaran agama yang berbeda dari pemahaman kelompoknya. Tekstualisme agama membawa dampak buruk pada citra umat Islam yang dipersepsikan ekslusif, kaku dan tertutup tidak bisa menerima hal-hal baru. Kelompok ini juga cenderung secara frontal menyalahkan kelompok lain yang tidak sefaham dengan kelompoknya, sehingga sering menimbulkan benturan dan tidak jarang juga menimbulkan konflik di antara umat Islam.[3]

BERITA
Menurut Wibowo (2007: 132) program News atau berita adalah suatu sajian laporan berupa fakta dan kejadian yang memiliki nilai berita dan disiarkan melalui media secara periodik. Dr. Willard G. Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pemirsa, dan berita terbaik ialah berita yang paling menarik perhatian bagi sejumlah pembaca yang paling besar. Departemen Pendidikan RI mendefinisikan berita sebagai laporan mengenai, kejadian atau peristiwa yang hangat. Juga berita disamakan maknanya dengan “kabar” dan “informasi”, yang berarti penerangan, keterangan, atau pemberitahuan.
Pendapat Suhandang mengatakan bahwa (2004:103) berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang melibatkan fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual dalam arti ”baru saja” atau hangat di bicarakan orang banyak. Menurut Hikmat (2005: 15), berita ialah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar penonton, serta menyangkut kepentingan mereka.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis framing. Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai peristiwa. Menurut Sobur, Analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut.
Menurut Kriyanto bahwa Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Dengan kata lain bagaimana realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media. Dalam penjabaran peulisan ini menggunkan model analisis framing Robert Entman.

PEMBAHASAN

NO
Model
Analisa
1
Problem Identification
(Identifikasi Masalah)
Secara internal saya juga minta dilakukan investigasi. Apa yang telah dilakukan oleh jajaran intelejensi kita,  jajaran kepolisian kita utamanya yang ada di daerah karena saya mengetahui bahwa sesungguhnya dari pihak intelejensi telah diberikan semacam pemeberitahuan atau peringatan dan saya tahu juga bahwa kapolri juga sudah memberikan instruksi-instruksi kepada jajaran kepolisian.”

Pidato diatas menyatakan kekecewaan presiden SBY terhadap jajaran intelejensi dan kepolisian yang tidak tanggap dalam mengolah informasi. Dan juga dari kutipan pidato presiden SBY yang diambil oleh metro tv, nampak bahwa metro tv mengidentifikasikan penyebab dari masalah ini bahwasannya pihak kepolisian telah lalai dalam menanggapi informasi yang diberikan oleh intelejen, sehingga timbul tindakan terorisme atau bom bunuh diri di gereja bethel injil sepenuh. Yang diperkuat oleh voice over dari metro highlights.

“Presiden SBY memerintahkan investigasi internal di jajaran intelejen dan kepolisian republik Indonesia. Perintah investigasi internal ini , berawal dari kegeraman SBY karena kecolongan dengan 2 ledakan bom kurun waktu 5 bulan terakhir. Bahkan SBY kecewa informasi dari badan intelejen tidak di garap dengan baik oleh aparat keamanan. Sehingga terjadi ledakan di gereja bethel injil sepenuh.”

Dari pernyataan diatas terlihat bahwa Presiden merasa kecewa karena anak buahnya atau pihak kepolisian yang tidak dapat tanggap dalam menggarap informasi yang amat penting dari badan intelejen, sehingga terjadi ledakan di Gereja Bethel Injil Sepenuh,Solo. Yang seharusnya kejadian ini tidak akan terjadi, jika saja ada tindakan preventif dari pihak kepolisian. Dari apa yang sudah diungkapkan, mengarahkan pada “keheranan” Metro TV yang dinyatakan dalam program Metro Highlight terhadap sikap dari pihak kepolisian. Jika memang telah ada informasi, mengapa tidak ada tindakan?
           
“Sangat aneh memang, ada informasi intelejen mengenai ancaman bahaya, namun tidak ada tindakan preventif yang dilakukan, semisalnya penambahan pasukan di suatu tempat atau sweeping sebagaimana yang dilakukan pasca kejadian.
           
Atau dengan kata lain, sudah tahu tapi kok diam saja? Apakah memang prosedurnya harus menunggu  jatuhnya korban, baru polisi bergerak???
Seribu satu alasan memang bisa saja di buat. Bahkan kepala BIN yang juga merupakan mantan Kapolri, jendral purnawirawan Sutanto, tidak bisa berkutik atas apa yang dilakukan para  juniornya. Padahal informasi tersebut sudah di berikan kepada polisi, sejak bulan agustus atau sebulan sebelum terjadinya ledakan, sehingga seharusnya sudah ada antisipasi sejak awal.”
2
Causal Interpretation
(Identifikasi Penyebab Masalah)
“Menurut penasehat senior internasional crisis group Sidney Jones dan pengamat intelejen Mardigu. Teror bom terjadi karena, aparat keamanan saat ini cenderung membiarkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok radikal. Nah... pernyataan 2 orang ahli ini, ditambah dengan kondisi yang telah ada selama ini, sebenarnya sudah cukup menggambarkan mengenai apa yang terjadi dengan teror di indonesia. Meskipun tidak bisa kita katakan aparat keamanan dengan sengaja memelihara dan membesarkan teroris. Namun bisa dibilang telah terjadi pembiaran benih-benih teror dalam bentuk kekerasan. Kita dengan mudah melihat tumbuhnya organisasi-organisasi yang mengatasnamakan agama maupun suku, dan kerap melakukan kekerasan, namun adakah yang ditangkap? Sangat jarang. Jadi sekali lagi muncul pernyataan, tidakah aparat keamanan melakukan pembiaran tumbuhnya benih-benih terorisme, anda bisa menilainya sendiri.”
           
Kasus yang terjadi di Solo, merupakan kasus bom bunuh diri yang seharusnya dapat dicegah. Namun hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah dan pihak kepolisisan (khususnya). Pernyataan diatas memberikan penjelasan mengenai betapa pemerintah dan kepolisian melakukan “pembiaran” terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat mengarah terhadap tindak kekerasan atau terorisme begitu saja. Sehingga hal yang dapat ditanggulangi dan dicegah justru dapat terjadi dengan sangat mulus. Dan masyarakat dapat menilai sendiri mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab dalam peristiwa yang terjadi.
3
Moral Evaluation
(Evaluasi Moral)
“Terang saja aksi terorisme yang melanda kota solo yang selama ini tenang, menimbulkan banyak spekulasi. Mulai dari profokasi untuk memperkeruh suasan kota solo. Atau pengalihan isu, atas berbagai peristiwa nasional. Dan kasus korupsi yang menyeret banyak petinggi negara. Serta mulai terkuaknya konspirasi dibelakang kasus Antasari Azhar yang sarat muatan politis, yang membuat banyak pejabat negara yang terseret didalamnya. Hingga upaya menghancurkan citra baik dari walikota surakarta Djoko Widodo, yang dinilai sebagai walikota terbaik indonesia, dan memiliki rekam jejak nyaris tanpa masalah.

Khusus Djoko Widodo, walikota yang low profile ini, dinilai banyak orang sebagai salah satu aset penting, sosok pemimpim bersih, yang suatu saat bisa saja melaju kepentas nasional. Sehingga spekulasi bom di kota solo muncul sebagai salah satu cara mengganjal dirinya. Entahlah mana yang benar dari semua spekulasi tersebut. Namun yang pasti, ada yang tidak beres dari institusi besar yang bernama pemerintah. Yang seharusnya membuat rakyat sebagai pemilik negara ini hidup dalam ketakutan. Pengelola negara ini telah abai dengan jiwa-jiwa tak berdosa yang harus dilindungi.”

Penilaian moral yang dapat diambil dari berita ini adalah adanya spekulasi di masyarakat dari rentetan kasus yang menimpa petinggi negara ini sampai terkuaknya konspirasi dari kasus Antasari Azhar yang sarat muatan politis. Hingga munculnya spekulasi untuk menghancurkan reputasi baik dari walikota solo yang merupakan salah satu dari walikota terbaik di Indonesia. Mengapa jika saja ada pemimpin yang reputasinya bersih nyaris tanpa adanya kasus selalu diusik dengan percobaan penghancuran reputasinya seperti tragedi bom di kota solo ini. Tindakah seharusnya kita bangga memiliki sosok pemimpin bersih seperti ini? Bom bunuh diri seperti ini jelas salah, karena merugikan diri sendiri dan orang banyak. Tindakan ini mengakibatkan hilangnya  nyawa orang lain serta trauma mendalam bagi korban yang masih hidup. Namun yang sudah mengetahui hal ini akan terjadi (Pihak Kepolisian) justru membiarkannya. Jika hal ini dapat di cegah sejak dini, mungkin tidak akan jatuh korban.

Metro tv menggambarkan bahwasannya kejadian bom bunuh diri yang terjadi, banyak menimbulkan spekulasi seperti halnya pengalihan isu atas kasus korupsi yang menyeret beberapa petinggi negara. Seperti adanya pembiaran yang dilakukan pihak kepolisian akan terjadinya kasus bom bunuh diri ini. Dan juga timbulnya spekulasi penghancuran reputasi dari walikota solo, yang selama ini dikenal sebagai walikota terbaik di Indonesia.
4
Treatment Recommendation
(Saran Penaggulangan Masalah)
“Polisi-polisi ini terlihat sangat sibuk menggeledah beberapa kendaraaan yang melintas di sebuah jalan. Mereka menghentikan kendaraan roda 2 dan roda 4 yang dianggap mencurigakan, untuk mengantisipasi teroris yang mencoba melarikan diri, dan barang berbahaya lainnya.
           
Peristiwa ini terjadi hampir disemua kota di Indonesia, tentunya atas perintah jajaran pimpinan kepolisian, tak lama setelah terjadinya ledakan bom bunuh diri di gereja bethel injil sepenuh kota solo.

Upaya polisi yang memperketat sweeping kendaraan setiap pasca terjadinya kejadian aksi teror ini patut dipuji. Namun tetap timbul pertanyaan, mengapa hanya dilakukan setelah aksi teror terjadi di sebuah tempat?”
           
Jika saja aparat penegak hukum dapat sigap dalam melakukan sweeping seperti ini, bisa saja hal ini tidak akan terjadi lagi. Dari apa yang telah diungkap oleh metro tv, timbul pertanyaan mengapa selalu saja sweeping kendaraan seperti ini selalu terjadi saat aksi teror telah terjadi di sebuah tempat, adakah tindakan dari aparat penegak hukum untuk selalu sigap dalam menekan aksi terorisme seperti ini. Hal seperti ini seharusnya dilakukan diawal saat sebelum terjadinya kasus pemboman. Bukan saat terjadi pemboman kepolisian baru melakukan pemeriksaan.


KESIMPULAN
Metro TV pada program Metro Highlight mengambil sudut pandang yang berlawanan dengan pihak pemerintah. Terlihat dari sindiran dan ungkapan “tajam” yang diutarakan. Serta tidak ditampilkannya “pembelaan” dari pihak yang dinyatakan bertanggung jawab (kepolisian). Melainkan mengutip pendapat-pendapat dari para ahli terorisme yang menganggap pemerintah telah kecolongan dalam menjaga keamanan di indonesia khususnya di kota solo.

DAFTAR PUSTAKA
Bernard Berelson, Content Analysis in Communication Research dalam Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick, Mass Media Research: An Introduction
Cangara, Hafied, 2007, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Denis McQuail, McQuail's Mass Communication Theory, 4th Edition, Sage Publication Ltd, 2000.
E.M., Griffin,  A First Look At Communication Theory, Special Consultant Glen McClish, Fifth Edition, McGraw Hill, 2003.
Innis antara lain: The Bias of Communication, University of Toronto Press, 1951 dan Empire and Communication, University of Toronto Press, 1972.
K Krippendorf, Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, Sage Publication, Beverly Hills, CA, 1980.
Kriyanto, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group
Kusumaningrat, Hikmat, 2005, Jurnalistik teori dan praktek, Bandung, .PT Remaja rosdakarya
M.H.,Walizer & P.L.,Wienir, Research Methods and Analysis: Searching for Relationship, Harper & Row, New York, 1978.
Marshal McLuhan dan Quentin Fiore, The Medium is the Massage, New York, Bantam, 1967.
Marshall McLuhan, Understanding Media, McGraw-Hill, New York, 1964.
Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory, McGraw-Hill, 2007.
Roger D. Wimmer dan Josep R. Dominick, Mass Media Research: An Introduction, 7th Edition, Wadsworth Publishing Company, Belmont, 2003.
Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick, Mass Media Research: An Introduction, 7th Edition, Wadsworth Publishing Company, Belmont, 2003
Suhandang, Kustadi, 2004, Pengantar Jurnalistik, Bandung, Nuansa
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of Human Communication, Marshall McLuhan dan Eric McLuhan, Laws of Media: The New Science, University of Toronto Press, 1988.
Wibowo, Fred, 2007, Teknik Produksi Program Televisi, Yogyakarta, Pius Book Publisher





[1] Dicky Andika, lahir Palembang pada tanggal 14 april 1982. Menempuh pendidikan sarjana S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah pada tahun 2000-2004, dan melanjutkan pendidikan pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia pada tahun 2005-2007. Sekarang sebagai dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi dan menjabat sekretaris Bid. Studi Broadcasting FIKOM UMB. Aktif sebagai peneliti dan pengapdian masyarakat di Universitas Mercu Buana Jakarta. Juga mengajar di FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta aktif menjadi pembicara dalam kajian Literacy media dan komunikasi antar budaya. email: dq_andika@yahoo.com


[2] Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 16 Desember 2003 sebagaimana dikemukakan Ramli Abdul Wahid, Ketua Komisi Dikbud dan Anggota Komisi Fatwa MUI-Sumatera Utara dalam artikelnya Fatwa MUI tentang Terorisme.

[3]Ramli Abdul Wahid, Ketua Komisi Dikbud dan Anggota Komisi Fatwa MUI-Sumatera Utara dalam artikelnya Fatwa MUI tentang Terorisme, 2009

0 komentar:

Posting Komentar