Pages

Sabtu, 18 Mei 2013

please look

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Tutorial Belajar Blog, saya harap anda senang berada diblog sederhana ini. Blog ini saya tulis dengan komputer yang sederhana dan koneksi internet yang juga sederhana. Saya berharap Anda sering datang kembali. Silahkan anda mencari hal-hal yang baru di blog saya ini




Sekilas Tentang AGUES


Photo di Diatas adalah siapa mungkin . Nama saya agus saya seorang yang ingin belajar blogger. Saya mulai belajar blogger sejak lulus S1, dan blog ini saya masih harus banyak belajar.>

Jurnalis Islam Sebagai Manajer Konflik dan Perdamaian


Dr. Armawati Arbi M.Si., Islamic State Studies UIN Jakarta
Sub- theme: Definition of  Islamic Journalist.
Islamic journalism is part of Islamic communication. Islamic communication as pure sciences has epistemology, ontology, and axiology. Islamic journalism is as applying sciences. Journalist is impossible to be neutral sides because media have vision and mission. Media have various interests in internal and external media. They make and create their character and identity. Is definition of Islamic journalist? He/she is moslem and it has Islamic content of media. Media like to make negative news and deviant behavior. How do Islamic journalist to report conflict?
Islamic journalist can frames quality in conflict reporting. Can Islamic Journalist creates war propaganda, and serves a hidden intention? What it is jihad? Does Islamic journalist make peace, cease fire, and negotiated contract? What happen in Islamic journalist ? The absence of war and direct violence does not include the absence of cultural and structural violence.  How  is Islamic journalist to select the techniques and the use of language? What role of Islamic journalist in the world?
Key words: strategy of communication in Islamic Journalism

 PENDAHULUAN
            Kajian penelitian pustaka ini  menemukan definisi jurnalistik dari beberapa ahli, intinya, pelaku konstruksi  melalui keahlian profesinya, etika profesi,   seni dan ketrampikannya mengemas  fakta atau peristiwa sebagai objek konstruksi.
            Ilmu terapan ini mengaju kepada ilmu murni dari kajian Keislaman. Kajian keislaman mengacu kepada psikologi Islam. Pelaku konstruksi memenuhi syarat, manusia menurut pandangan Islam. Objek konstruksi dipilih berdasarkan etika Islam sebagai axiology. Cara memperoleh pengetahuan dan fakta menurut pandangan Islam sebagai epistemology. Definisi jurnalis Islam atau muslim/muslimah memenuhi karakter manusia yang berdasarkan psikologi Islam. Tujuan jurnalis Islam mengikuti pandangan Islam.
            Strategi komunikasi seorang jurnalis muslim bagaimana ia melaporkan peristiwa ketika ia menghadapi  situasi damai dan kondisi konflik. Seorang jurnalis muslim memilih kata dan kalimat sebagai kekuatan bahasa,  menyeleksi  dan  memilih fakta, menyusun tata letak atau tatawaktu.

TINJAUAN TEORI
            Paradigma fitrah ditemukan oleh Baharuddin. Psikolog Islam ini dalam disertasinya menggambarkan konsep manusia baik dari sisi jasmani dan struktur jiwanya. Seorang jurnalis muslim memenuhi karakter manusia kembali ke fitrah kemanusiaan melalui komunikasi Islam atau komunikasi fitrah. Semua komunikasi bertujuan agar manusia kembali ke fitrahnya.
1. Landasan/Fondasi/sisi Alas  Struktur Jiwa bagi Pembentukan Karakter Manusia
            Baharuddin  membagi alam sadar dan alam ketidak sadaran. Instink atau naluri di alam di bawah kesadaran,  Pasangan akal ini, naluri dimiliki oleh hewan.  Manifestasi hubungan kesadaran-ketidak-sadaran manusia pertama dalam jiwa manusia, adalah pasangan vertikal  akal-jiwa hewaniyah.  Naluri/keinginan  manusia berada  pada landasan/fondasi  dari struktur jiwa manusia.
            Pasangan  vertikal lainnya kedua adalah kalbu-nabati.  Pasangan horizontal jiwa nabati  dan jiwa hewaniyah pada landasan  struktur jiwa manusia. Fungsinya menjaga fungsi vegetatif. Fungsi  nabati menjaga keseimbangan jasmani  di dalam tubuh manusia. Sedangkan kalbu menjaga keseimbangan rohani  manusia.
            Pasangan vertikal lainnya ke tiga  adalah ruh- al-jism. Pasangan horizontal pada landasan  dari struktur  jiwa manusia adalah  jiwa al- jism dan  al-nafs. Fungsi al-jism menjadi penyatu antara fungsi hewani dan nabati. Menurut  Baharuddin,  pasangan  dimensi al- ruh dan  al-jism merupakan penjelmaan  ke tiga dari hubungan kesadaran dan ketak-sadaran  manusia individual.
            Pasangan vertikal ke empat adalah al-nafsu dan al-syaithan. Pasangan ini  merupakan penjelmaan ke empat hubungan kesadaran-ketaksadaran individu. Jiwa al-syaithan pada landasan dari struktur  jiwa manusia  yang berfungsi  sebagai pemecah dan perusak bagi fungsi jiwa al-hayawan dan al-nabati  yang berlawanan dengan fungsi  al-jism.
2.  Pilar/sisi kaki-Kaki Sisi  dari Struktur Jiwa bagi Penegakan Karakter Manusia

Landasan dari struktur jiwa manusia diperkuat oleh pilar atau kaki-kaki sisinya. Kaki-kaki tersebut atau pilar  menegakkan  empat segi jasmani  al-hayawan- al-nabati dan  al- syaithan dan al-jism, yaitu pilarnya adalah Islam, Iman, Ihsan, dan kufr. Pilar-pilar tersebut adalah penerapan rukun Islam dalam menegakkan akal,  penerapan rukun Iman meningkatkan Ruh, penerapan Ihsan menumbuhkan kalbu, penerapan kufr/taqwa mengembangkan nafs.
 Pilar ke satu memperkuat  dimensi akal dan hasilnya, menjadi ulil al-Baab (manusia yang berfikir dan berzikir) melalui penerapan dalam kehidupan sehari-hari  dari orang yang menerapkan syahadat, sholat, puasa, zakat, dan karakter orang yang pulang  dari haji ke Mekah dan Madinah. Pilar ke dua  menekankan  dimensi ruh, karakter kepimpinan dalam komunikasi sosial dan politik,  menjadi  pelayan public/khalifah di muka bumi.  Pilar  ke empat,  pilar Kufr berpotensi taqwa dan fujur. Konsep Kufr   memadukan dan menengahi  kutub  al- nafsu dan al-syaithan dalam mewujudkan dimensi nafs.Manusia tersebut menumbuhkan mutmainnah (cinta damai), nafs mardiyah (diridhoi Allah), nafs rodhiyah, dan kamilah.
3.Karakter Manusia Kembali ke Fitrah Kemanusiaan
            Apapun profesi muslim dan muslimah menuju, mengembangkan potensi  jasmani dan  dimensi rohani manusia yang mengarah kembali ke fitrah kemanusiaannya. Jadi menjadi jurnalis muslim memenuhi karakter:
1. Menjadi makhluk bashariyah (cinta diri, sesama, dan cinta lingkungan)
2. Menjadi Ulil al-Baab (ilmuan yang berpikir, berzikir, kreatif dan inovatif)
3. Menjadi Pelayan Publik (Khalifah di muka bumi)
4.Menjadi Orang Beruntung (Tazkiyah/mensucikan diri)
5. Menjadi damai, ikhlas, diridhoi oleh Allah dan meridhoiNya
6. Menjadi pelayan Allah SWT (Cinta Allah SWT)
Tujuan memanfaatkan media adalah untuk mengembangkan potensi diri, dan mewujudkan keluarga Sakinah, khairu ummah, dan masyarakat baldatun.

METODE PENELITIAN
            Kajian pustaka ini bersandar pada Psikologi Islam dan kajian Keislaman. Paradigma Fitrah adalah membangun karakter manusia agar mereka kembali ke fitrah kemanusiaannya. Quraish Shihab mengkaji surat al-Muthafifin dalam tafsir Misbah memberikan landasan interaksi manusia, tidak bersandar standart ganda. Menurutnya, manusia berinteraksi lebih baik  keras, tegas, kepada  diri, keluarga, kelompok, dan komunitasnya, sebaliknya ke pihak lain berinteraksi dengan lebih lembut dan bijaksana. Jadi dalam interaksi manusia melalui profesinya menerapkan keadilan untuk semua.
            Sumber utama adalah literatur Psikologi Islam dan literatur kajian keislaman. Sumber sekunder adalah literatur-literatur membahas jurnalis damai.
Metodologi yang dipilih adalah qualitative content analysis (QCA). Analisis isi terhadap isi buku yang kualitatif ini dikembangkan oleh Marings. Tema-tema yang dipilih adalah konsep manusia menurut Psikologi Islam dalam membangun masyarakat Madani.
            Subjek penelitian adalah  tema Jurnalis Islam dan objek penelitian adalah definisi jurnalis Islam dan strategi komunikasinya dalam damai dan konflik.
            Instrument utama dalam analisis isi yang kualitatif adalah kategorisasi dan sub-kategorisasinya. Hasil dari QCA menemukan kategorisasi yang baru mengenai jurnalis Islam.
ANALISIS/PEMBAHASAN
            Pada pembahasan ini disajikan kategori besar dan sub-kategorinya dibahas pada bagian diskusi. Kategori besarnya di bawah ini.
1. Paradigma Jurnalis Islam
            Berdasarkan psikologi Islam, manusia melalui profesinya masing-masing, termasuk jurnalis Islam mengembangkan seluruh potensi dan dimensi jasmani dan rohaninya melalui media atau non-media untuk membangun manusia kembali ke fitrah kemanusiaannya yang sudah bergeser dari fitrah kemanusiaannya.

2. Definisi Jurnalis Islam
            Berdasarkan paradigma konstruktivisme, jurnalis Islam sebagai pelaku konstruksi peristiwa, fakta atau realitas sosial mengemas objek konstruksi yang kreatif, inovatif dan santun, berdasarkan etika komunikasi massa yang Islami dan etika jurnalis damai melalui pandangan komunikasi Islam.
3. Syarat Jurnalis Islam
            Mengembangkan  empat landasan jiwa manusia, empat pilar jiwa manusia menegakkan karakter manusia, dan enam hasil dimensi manusia  dalam mengembangkan dimensi kemanusiaannya kembali ke fitrah melalui komunikasi Islam.
c
            Jurnalis Islam diharapkan mampu menjadi pemimpin atau garda terdepan dalam meredam dan mengatasi konflik. (Conflict peace journalist manager). Jurnalis Islam mampu membaca tanda-tanda masyarakat mulai dan akan berkonflik dengan masyarakat lain, jurnalis Islam  mampu mencegahnya, memahami tanda-tanda negara-negara yang ingin berperang. Jurnalis Islam lebih memilih pencegahan/preventif daripada pengobatan/kuratif.

DISKUSI
1. Paradigma Komunikasi Fitrah atau Komunikasi Islam
1.1. Komunikasi fitrah adalah manusia mengembangkan potensi dan dimensi kemanusiaannya melalui komunikasi Islam.
            Yun Young Kim  menjelaskan tiga dimensi komunikasi: tingkat komunikasi, konteks komunikasi, dan saluran komunikasi. Manusia mengembangkan dirinya di semua dimensi komunikasi agar dirinya kembali ke fitrah kemanusiaannya.
1.2.  Interaksi Komunikasi yang Adil dalam Tiga dimensi Komunikasi
            Manusia mengalami konflik, biasanya tidak memahami bahasa kaumnya atau kaum yang lain. Jurnalis Islam mampu mempelajari dan menguasai komunikasi antar budaya dan komunikasi antar agama. Ia sebaiknya memiliki kemampuan dasar fiqh lintasbudaya dan fiqhlintasagama. Quraish Shihab memberikan pedoman dasar dalam berinteraksi dalam surat Muthofifin (standar ganda) dan surat al-Kafirun dalam Tafsir al-Misbah dan membumikan al-Qur’an. Jadi manusia menghindari standar ganda dalam interaksi dan tidak memaksa budaya kita dan agama kita kepada pihak lain.


2. Jurnalis Islam
2.1. Pelaku Konstruksi
            Pelaku konstruksi mampu bekerjasama dalam industry media cetak, media elektronik, dan media baru/media sosial untuk menciptakan citra ajaran Islam yang lurus dan citra umat menjadi positif.
            Jurnalis muslim menghindari bagian dari konflik masyarakat. Jurnalis Islam lebih cerdas memimpin umat ke arah  fitrah kemanusiaan.
2.2. Objek Konstruksi
            Objek konstruksi dikemas berdasarkan pedoman etika seorang jurnalis yang universal, jurnalis damai, dan etika komunikasi massa yang Islami.
            Pornografi, bahasa verbal, dan non-verbal  mengarah kekerasan yang dihindari  dalam pesan agar masyarakat tidak biasa mendengar, membaca, dan menonton dengan bahasa dan tindakan kekerasan.
3. Syarat Jurnalis Islam
            Manusia yang mengampu profesi apapun memenuhi dan membangun karakter kembali ke fitrah. Jurnalis Islam dikader menjadi manusia di bawah ini.
3.1. Menjadi makhluk basyariyah (cinta diri, sesama, dan cinta lingkungan)
            Seorang jurnalis bebas dari narkoba, makanan, dan minuman terlarang. Mereka mengasupkan makanan yang bergizi dan halal. Kenyataan, sebagian masyarakat Indonesia mengalami krisis diri, seperti pilot, hakim, guru, dan polisi yang mencandu narkoba. Cinta diri belum terpenuhi bagaimana kita mengharap cinta keluarga, sesame, apalagi cinta lingkungan.
3.2. Menjadi Ulil al-Baab (ilmuan yang berpikir, berzikir, kreatif dan inovatif)
            Hasil konferensi Internasional di Atmajaya membahas negara maju hidup dari hasil industri kreatif. Negara mengandalkan sumber alam mentah tanpa dikemas menjadi industry kreatif, akan tertinggal oleh Negara yang tidak memiliki sumber alam, tetapi masyarakatnya mampu mengemas sumber alam negara lain.
            Manusia merintis dirinya going to internasional, ia mampu mengangkat karya yang memadukan nilai lokal, nilai nasional, dan nilai universal. Industri ekonomi masa depan mampu menggali potensi lokal, nasional, dan potensi internasional.
            Industri mediapun akan berhasil bila tim redaksi dan tim produksi mampu mengemas kekuatan budaya lokal, nasional, dan budaya universal dalam rubric, program, dan filmnya seperti  lagu pop Cina, pop  Korea, pop Jepang, dan filmnya. Mentri Pariwisata mengatakan kenapa orang ke Bali karena industry kreatif, inovatifnya terus berkembang dan nilai sprititualnya berbasis lokalitas.
            Jurnalis Islam terus menambah pengetahuannya dan membaca tanda-tanda alam,  belajar tanda lokal, tanda nasional, dan tanda internasional. Tanda dan nilai tersebut dimanfaatkan untuk mengemas karyanya.
            Jurnalis Televisi belajar dari jurnalis televisi sebelumnya, misalnya jurnalis televisi Republik Indonesia (TVRI), RCTI, SCTV. Jurnalis Islam membaca karya jurnalis lainnya untuk menemukan identitas dan karakternya sendiri, misalnya bagaimana tim produksi SCTV melaporkan peristiwa kasus kekerasan di kampus STPDN dan di kampus Universitas Muslim Indonesia pada masa  sekitar tahun 2004.[1]
            Septiawan Santara K memberikan pengetahuan dan pengalamannya di tabloid Jum’atan Salam, Islah, dan radio Mara Bandung dalam bukunya[2] Ia memberikan kisah Lucky Luke dalam menemani dunia kerja kewartawanan dalam komik dengan kisah Daily star dan mengungkapkan Horace P. Greely sebagai sosok legenda bagi dunia pers Amerika di awal tumbuhnya. Koran Daily Start ialah Koran yang banyak dicatat sejarah pers Amerika Serikat. Santara bertanya dari kisah komik tersebut buat apapakah jurnalisme dikerjakan?  Ia mempertanyakan manfaat akademis dan manfaat praktis bagi manusia.
Andreas Harsono dan Budi setiyono menyunting liputat peristiwa di Aceh dengan gaya memikat dan mendalam. Mereka melaporkan peristiwa dengan gaya sastrawan, seperti linda Christanty menulis Hikayat Kebo dalam seorang pemulung di balik bangunan Mall Anggrek  komunitas  Pemulung dan preman, ia mengambarkan kehidupan pemulung yang tinggal di gua lapak tanpa jendela. Ia membahas pemilikan tanah Yayasan Bakti Putra Bangsa, milik Hutomo Mandala Putra sebelum masa reformasi 1998. C Husain Pontoh melukiskan Konflik nan Tak Kunjung Padam dalam konteks bagaimana majalah Tempo mengatasi masalah dan meletakkan budaya perusahaannya, Eriyanto  menyusun Koran, Bisnis, dan Perang dalam konteks konflik Maluku. Ia memberikan Lead, bagaimana konflik Maluku mempengaruhi pemberitaan dan bisnis Media[3]
Jurnalis di atas merupakan jurnalis tauladan, kreatif, dan inovatif yang mampu mengemas berita dalam bentuk jurnalisme sastrawi. Karakter manusia ulil al-Baab adalah jurnalis kreatif, inovatif, dan ilmuan.

3.3. Menjadi Pelayan Publik (Khalifah di muka bumi)
            Jurnalis Islam melayani 12 kepentingan yang diungkapkan oleh Denis Mc Quail. Kepentingan pihak kaum professional, tehnisi, manajemen, segmen, budaya lokal, nasional, global, pihak lembaga agama, lembaga legislative, eksekutif, yudikatif, dan pihak tekanan ekonomi (pihak pemilik, pesaing, biro iklan, persatuan media, persatuan jurnalis, dan lainya). Jurnalis Islam menjembatani kepentingan-kepentingan tersebut.[4]
3.4.Menjadi Orang Beruntung (Tazkiyah/mensucikan diri)
            Jurnalis Islam berhati-hati mengemas peristiwa karena ia bertanggung jawab atas pengemasan tersebut. Jika ia salah memilih fakta dan mengemasnya. Ia sebaiknya mengakui dan lebih baik meminta maaf ke publik  daripada mempertanggung jawabnya di bawah sidang Allah SWT, siksaanNya lebih keras dan tegas.


3.5. Menjadi juru damai, ikhlas, diridhoi oleh Allah dan meridhoiNya
            Jurnalis Islam memimpin di garda depan untuk mendamaikan  diri, keluarga, komunitas, dan masyarakatnya.
3.6. Menjadi pelayan Allah SWT (Cinta Allah SWT)

            Manusia memiliki profesi masing-masing, ia melayani publiknya masing-masing. Baharuddin dalam paradigm fitrah mengatakan bahwa manusia menjadi khalifah di muka bumi atau pelayan public sekaligus menjadi hamba Allah atau pelayan Allah SWT. Jadi  memahami ibadah, dakwah, dan komunikasi Islam  dalam arti yang luas.
            Ignatius Haryanto menyunting karya-karya terbaik dari jurnalis yang dianugerahkan Finalis Mochtar Lubis Award 2008. Finalis tersebut dikelompokkan dalam kategori pelayan public, tulisan Feature,pelaporan investigasi, foto jurnalis, dan liputan mendalam jurnalis televise, seperti karya Zaki Yamani menulis  Krisis Air Bersih Ancam Bandung(h. 9), Guru Sejati Di Papua (h.75) Muslihat Cukong Di Lading Cepu (h.269), Limbah Di Banjir Kanal (h.350), Pengoplosan Di Balik Kisruh Minyak Tanah (h.399).[5]
            Jurnalis Islam mengembangkan potensi dan dimensi kemanusiaannya, ia menerapkan 99 sifat Allah SWT[6] dalam memanajemen industry media baik di dunia cetak dan dunia elektronik.

4. Jurnalis Islam sebagai Juru Damai
            Jurnalis  Islam sebagai pemimpin dan juru damai menyelesaikan konflik masyarakat. Jurnalis Islam bukan mengendalikan dan meredam konflik bersama penguasa, melainkan semua unsur masyarakat yang terlibat  mampu menyelesaikan konfliknya masing-masing sesuai dengan perannya masing-masing di dalam masyarakat. Jika konflik diredamkan melalui kekuasaan maka konflik akan muncul kembali.
4.1. Memahami dan Belajar Resolusi Konflik
            Pemimpin belum menemukan strategi yang tepat, ummnya menerapkan alternatif A (Salah satu menang) melalui Rule of Power. Hal ini tidak bertahan lama maka penguasa bersama jurnalis Islam membantu memasyarakatkan Rule of Law, siapa yang berhak mendapatkan jeruk  melalui perjanjian. Pihak mendapatkan jeruk perlu diundian atau kesempatan bagi pihak tertentu, disebut rule of chance. Pihak yang tidak mendapatkan jeruk atau misalnya jabatan maka ia mendapatkan konpensasi dan kompromi yang lain atau hadiah yang lain, disebut alternative B rule of exchange. Alternatif C disebut SERI, kedua pihak menang, dan alternative kompromi, dan alternatif D, mentransformasikan konflik. Mereka mengalihkan konflik jeruk menjadi minum bersama jus jeruk.
4.2. Menerapkan Pendekatan Resolusi Konflik
            Istilah-istilah di atas, Jurnalis Islam memahaminya dan istilah pendekatannya, yaitu  menjauhi, menaklukkan, edukasi dan kontak, remisi spontan  hilang begitu saja melalui negosiasi langsung, mediasi, arbitrase, keputusan yudisial, dan non-rekonsialisasi.
4.3. Memahami Strategi, Taktik Negosiasi
             Jurnalis Islam memahami dan menguasai berbagai strategi  memiliki langkah-langkah, pembukaan( menciptakan tujuan bersama, pemeriksaan awal, perencanaan, proposal awal, penawaran akhir dan penutup. Taktik nya memiliki tujuh elemen; interest, BATNA (but alternative to negotiation agreement), option,legitimacy, komunikasi, relationship, dan commitment. Jurnalis Islam terus mengikuti perkembangan ilmu Jurnalis damai melalui pelatihan dan workshop.
4.4. Menerapkan Pendekatan Jurnalis Damai Dan Etikanya
            Jurnalis Islam menghormati kebenaran, hak public mendapat kebenaran.Ia tidak mengubah dan mengurangi informasi. Iswandi Syahputra memberikan bagaimana melaporkan liputan, memperhitungkan implikasi berita, dan memberikan contoh  konflik Aceh dan kisah GAM.[7]
Penutup
            Jurnalis Islam rajin mengembangkan dirinya sesuai dengan paradigma fitrah dan komunikasi Islam. Ia membaca karya-karya jurnalis damai yang lain, seperti jurnalis sastra dan jurnalis yang mendapat penghargaan nasional dan internasional. Ternyata, kisah konflikpun dapat dikemas ke dalam sastra, novel, kisah nyata jurnalis lokal, nasional yang inspirasi bisa dikemas ke dalam novel.



DAFTAR PUSTAKA


Altman, Irwin dan Dalmas A. Taylor. Social Penetration: the Development of Interpersonal Relationships. New York: Holt, Rinehart dan Winston, 1973.
Alan,B. Albarran, Gregory G. Pitts. The Radio Broadcasting Industry. Nedham Height: Allyn and Bacon, 2001
Anoegrajekti, Novi. Miftahus, dan Bisri. “Komodifikasi Seksualitas dan Perdagangan Perempuan.” Jurnal Srintil, Media Perempuan Multikultural, 10, 2006.
Arbi, Armawati. “Dakwah dan Komunikasi sebagai Ilmu.” Jauhar Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual. Jakarta: Program Pasca Sarjana UIN, Vol.4, No.1 Juni 2003.
Arbi, Armawati. “Manajemen Komunikasi Pada Manajemen Humas.” Didaktika Islamika Jurnal Keislaman, Kependidikan dan Kebahasan. Jakarta: Vol. III, No. 9, 0ktober 2002.
--------------------. Dakwah dan Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003.
Askariani. “Konflik Antar Pribadi Dalam Keluarga” (Tesis Sarjana Komunikasi. Jakarta: Perpustakaan UI, 2002).
Bennett, W. Lance and Robert M. Entman. Communication in the Future of Democracy. Cambridge University Press, 2000.
Berger, Peter L. dan Thomas, Luckmann, dalam Basari, Hasan. Tafsi>r Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990.
Berger, Peter L. dan Thomas, Luckmann. The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociology of Knowledge. Canada : Penguin Books, 1976.
Boyke. “Teknik dan Variasi Menentukan Orgasme, Komodifikasi Seksualitas dan Pewadagan Perempuan, Srintil, Media Perempuan Multikultural”. Desember 2006.
Bungin, Burhan.Konstruksi Sosial Media Massa; Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik” (Disertasi S3 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Airlangga Surabaya, 2000).
                         . Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
                         . Imaji Media Massa, Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik. Yogyakarta: Jendela, 2001.
                         . Sosiologi Komunikasi: Teori, paradigma, dan Diskursus. Teknologi Komunikasi di Masyaraka. Jakarta: Kencana, 2007.
                        . Kontruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2008


Creswell, John W. Research Design (Desain Penelitian), Qualitative & Quantitative Approaches, Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif. Jakarta: KIK Press, 2002.
Cuba dan Lincoln. Competing Paradigm in Quantitative  Research, in Denzin and Lincoln. Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publication.
Dennis, Everette E. and John C. Merrill. Basic Issues In Mass Communication, Macmillan. New York: 1984.
Denzin, Norman K dan Egon, Guba. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.
Eckert Penelope, Sally McConnell, and Ginet. Language and Gender. Cambridge: University Press, 2003.
Edd Routt (Broadcast consultant), James B. McGrath, Fredric A. Weiss, The radio Format Conundrum.  New York: Hastings House, 1978.
Einstein, Mara, Media Diversity. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associstes, 2004.
Entman, Robert M, “Framing: Towards Clarification Of A Fractured Paradigm.” Dalam McQuail, Denis. McQuail’s Reader in Mass Communication Theory. London: SAGE Publication Ltd. 2002.
Entman, Robert M. and Andrew, Rojecki.  Media and Race in America, University of Chicago, 2001.
Eriyanto. Analisis Framing, Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS, 2002.
Fishman, Mark. News and Nonevent: Making the Visible and Invisible. Dalam James S. Ettenma and Charles Whitney (Ed), Individuals in Mass Media Organization. Baverly Hills : Sage Pub, 1982.
                    . Manufacturing News. Austin: University of Texas Press, 1980.
Fleming, Carole.  The Radio Hand Book. New York: Rouledge, 1994
Gayatri, Gati. Konstruksi Realitas Kepemimpinan Presiden Soeharto Dalam Berita Surat Kabar (Disertasi Sarjana Komunikasi. Jakarta: Perpustakaan UI, 2002).
Goffman, Erving. Frame Analysis: An Essay on the  Organization of Experience. New York: Harper dan Row, 1974.
Guba, Egon G. ed. The Paradigm Dialog. Newbury Park: Sage Publication, 1990.
Habib, Zamris. “Prinsip-prinsip Komunikasi Dalam Mengemas Pesan Pendidikan Melalui Radio. (Tesis Sarjana Pendidikan. Jakarta: Perpustakaan UI, 1997).
Haliman, Supardi. Regulasi Sistem Penyiaran di Indonesia. Studi Kasus Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio FM di Kepulauan Riau. Yogyakarta: Pararaton, 2007.
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit, 2004.
___________.Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise, 2010.
Handoyo, Arintowati Hartono. “Aktivitas komunikasi Dan Pembentukan Realitas Sosial. (Disertasi S3 Sarjana Komunikasi. Jakarta: Perpustakaan UI, 2002).
Harre, Rom. The Social Construction of Emotion. London: Sage Publication, 2003.
Hidayat, N. Dedy. “Menghindari Quality Criteria yang Monolitik dan Totaliter.” Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi Thesis, Vol. III/No.3, September-Desember 2004: h. VII.
Herweg, Godfrey dan Ashley. Revolusi Pemasaran Radio. Jakarta: Kantor Berita Radio 68 H, 2004.
Ilyas, Ismail. Paradigma Dakwah Sayyid Qut}ub. Jakarta: Penamadani, 2006
Jensen, Klaus B. ed. A Handbook of Media and Com Research, Qualitative and Quantitative Methodologis. London: Routledgc, 2002.
Julian Hale. Radio Power (Propaganda and Internasional Broadcasting). Philadelphia: Temple University Press, 1975
Karen, S. Johnson-Cartee. “News Narratives and News Framing: Constructing Political Reality.” Public Opinion Quarterly, Vol, 70, No. 1,  2006.
Kartika, Sofia. “Profil Perkawinan Perempuan Indonesia.” Jurnal Perempuan: Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No. 22, 2002.
Khadiq, M. Hum. “Dakwah Dialogis: Urgensi dan Metode”. Jurnal Dakwah Vol.VII
No.2, (Yogyakarta: Juli-Desember), 2006.
Klien, Bethany. “The New Radio: Music Licensing As A Response To Industry Woe”. Media Culture & Society, Vol.30 No.4 July, 2008.
                       .. “Asian Journal of Communication”, Vol.17 No. 3 September, 2007.
Kriyantono, Rakhmat. Riset Komunikasi, Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.

Kusumaningrum, Ade. “Radio, Media Alternatif Suara Perempuan.” Yayasan Jurnal Perempuan, Maret  2003.
Larose, Sraubhaar. Media Now: Understanding Media, Culture and Technology. New York, Wadsworth: 1997.
Lewis B. O’Donnell, Carl Hausman, Philip Benoit. Radio Station Operations. California: Wadsworth, 1989.
Lincoln dan Guba. Handbooks of Qualitative Research, Paradigmatic controversies, contradictions, and Emerging Confluences. California: 2005.
Lips, Hilary M. Women, Men and Power. California: Mayfield P.Com, 1991.
Little John, Stephen. Theories of Human Communication. New York:  Wadsworth Publishing Company, 1996.
List, Dennis, Pemasaran Partisipatif Radio Lokal, Jakarta: Kantor Berita Radio 68 H, 2004.
Kimburg, Val.E, Electronic Media Ethics. Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
________,. Personal Law in Islamic Countries, History, Text and Comparative Analysis. New Delhi: India at Times Press, 1987.
Malo, Manasse dan Sri, Trisnoningtias. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial UI, 1994.
Masduki. Radio Siaran dan Demokrasi. Yogyakarta: Jendela, 2003.
                 . Regulasi Penyiaran: dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: LkiS, 2007.
McQuail, Denis. McQuail’s Reader in Mass Communication Theory. Oxford: The Alden Press, 2002.
Michael C. Keith, Joseph M. Krause, The Radio Station. New York: Butterworth Heinemann, 1993
Morissan. ManajemenMedia Penyiaran, Strategi mengelola Radio dan Televisi. Jakarta: Kencana, 2008.
Mulyana, Deddy dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Munthe, Moeryanto Ginting. Media Komunikasi Radio. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Nasir, Zulhasril. “Perubahan Struktur Media Massa Indonesia dari Orde Soeharto ke orde Reformasi”. Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi Thesis, Vol. IV/No. 2, Mei-Agustus 2005.
Negroponse, Nicholas. “Living in the Information Age, A new Media Reader.” Dalam Erik P Bucy. Canada:  Wadsworth, 2002.
Nightingale, Virginia. Studying Audiences: The Shock of the Real. London and New York: Routledge, 1996.
Nugroho, Bimo, Eriyanto, Surdiasis Frans. Politik Media Mengemas Berita. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999.
Oktiani, Hestin. “Komodifikasi Pada Radio Komersial di Daerah (sebuah Kajian Ekonomi Politik terhadap Format Radio Komersial di Kabupaten Tanggamus, Lampung). Tesis Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jakarta: Perpustakaan UI, 1978–2003.
Pilliang, Yasraf Amir. Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender Ruang Publik Orde Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Tasraf Animir Ruang Publik Orde Baru.
Pringle, Starr dan Mc. Cavitt. Electronic Media Management. New York: Butterworth-Heinemann, 1995.
Resee, Stephen, Ghandy dan Grant. Framing Life. London : LEA, 2001.
Rivers, William L. and Jay W. Jensen, Theodore Peterson. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana, 2003.
Romli, Asep Syamsul M. Broadcast Journalism, (Panduan Menjadi Penyiar, Reporter & Script Writer). Bandung: Nuansa Yayasan Nuansa Cendekia, 2004.
                     . Jurnalistik Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Saiful dkk. Islam, Dakwah Dan Politik. Bogor: Pustaka Thariqul Izza.2002
Saefullah, Ujang, Kapita selekta Komunikasi. Bandung: imbiosa, 2007.
Sen, Krisna dan David T Hill. Media, Budaya dan Politik di Indonesia. Jakarta: ISAI : 2001.
Setiawati, Effi. Pengalaman Perempuan dalam Menjalani Nikah Sirri dan Dampaknya bagi Perempuan, Tesis Kajian Wanita. Jakarta: Perpustakaan UI, 2003.
Shoemaker, Pamela and Stepen D. Resee. Mediating the Message: Theories of influences on Mass Media Content. New York : Longman, 1996.
Shotter, John. The social Countruction of Remembering and Forgetting. London : Sage Publication, 2003.
Stokes, Jane. How To Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006.
Stooksberry, Barbara. Communication Year Book 29. Handbook. New York: LEA, 2005.
Straubhaar, Joseph dan R. Larose. Media now, Understanding  Media, Culture and Technology. New York: Wadsworth: 2006.
Sudibyo, Agus. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKIS, 2004.
----------------. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKIS, 2001.
Suhandang, Kustadi. Manajemen Pers Dakwah dari Perencanaan Hingga Pengawasan. Bandung: Marja, 2007.
Sumadiria, Haris. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Simbiosa, 2006
Sumarlam (Ed). Teori dan Praktek Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra, 2003.
Sunarto. Analisis Wacana Ideologi Gender (Media Anak-anak). Semarang: Mimbar dan Yayasan Adikarya Ikapi serta Ford Foundation, 2000.
Syahputra, Iswandi, Komunikasi Profetik, Konsep dan Pendekatan. Bandung: Simbiosa, 2007
Weimann, Gabriel. Communicating Unreality; Modern Media and The Reconstruction of Reality. California: Sage  Publications, 2000.
Wicks, Robert. “Message Framing and Constructing Meaning: an Emerging Paradigm in Mass Communication Research.” Communication Yearbook 29. America: LEA, 2005.
Wilby, Pete and Andy Conroy, The Radio Hand Book. London, 1996





[1] Tim redaksi LP3ES, Jurnalis SCTV Liputan 6 Antara Peristiwa dan Ruang Publik, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), 99 dan 150
[2] Septiawan Santara K, Jurnalis Kontemporer, (Jakarta: Obor Indonesia, 2005), xxiii
[3] Andreas Harsono dan Budi Setyono, Jurnalis Sastrawi, Antologi Liputan Mendalam Dan Memikat, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 73, 91,203
[4] Littlejohn, Human Behavior, Bab Media Massa,
[5] Ignatius Haryanto, Menuju Jurnalisme Berkualitas, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia , 2009)
[6] Ari Ginanjar, ESQ, (Jakarta: Argatilanta, 2009)
[7] Iswandi Syahputra, Jurnalis Damai, Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik, (Yogyakarta: pilar media, 2006),h. 95