Oleh:
Dicky Andika, M.Si[1]
Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana,
Jakarta Barat, 11650, DKI Jakarta-Indonesia
dq_andika@yahoo.com
ABSTRAK
The television is now a key
element of, and ideal forum for, jihadist communications, propaganda,
recruitment and networking activities. Television has been used by member of
Islamic radical groups to spread message of violence jihad in the name of God.
This research is to identify the number of radical jihad on the Internet. The
unit analysis of this research is framing analisys in Indonesian language
containing with the word of Jihad and to find its definition on the word. The
concept or definition of Jihad presented by the news program then grouped into
three distintive categories: radical, moderate and neutral. Radical teaching is
defined as concept that provoke toward violence, moderate as nonviolence while
neutral combine both concepts. The research findings show that radical teaching
of Jihad outnumber moderate and neutral thought of Jihad
Key Words: Bom, Jihad, News, Framing Analysis
ABSTRAKSI
Bagi banyak orang televisi adalah
teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi menjadi candu. Tipe
yang digunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif dengan pendekatan
deskriptif melalui metode analisis framing. Analisis framing yang dipakai yakni
analisis framing Entman dengan segment sebagai unit analisisnya. Menurut Hornby, berita (News) adalah laporan tentang apa yang paling mutakhir, baik peristiwanya
maupun fakta. Tayangan berita atau program berita yang kini marak di
tayangkan oleh media massa yaitu pemberitaan mengenai terorisme. Dari beragam
kasus teror, kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh-Solo yang
terjadi pada tanggal 25 September 2011.
Kata Kunci: Bom, Jihad, Berita, Analisis Framming
PENDAHULUAN
Serangkaian aksi teror melalui berbagai peristiwa pemboman di Indonesia
telah menghancurkan harta benda dan merengut banyak nyawa manusia yang tidak
berdosa. Terorisme telah cukup lama mengguncang masyarakat Indonesia dan telah
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu, dan hingga kini belum ada
tanda-tanda kegiatan terorisme sudah pasti akan berhenti. Penangkapan teroris
terus berlangsung yang menandakan bahwa jumlah mereka tidaklah kecil, belum
termasuk para pendukung dan simpatisan.
Terorisme adalah fakta yang tidak dapat ditolak karena memang benar-benar
ada di Indonesia yang dilakukan oleh orang Indonesia. Fakta juga menunjukkan
bahwa para pelaku teror adalah kelompok-kelompok Islam radikal yang memiliki
ajaran garis keras (radikal) yang membenarkan cara-cara kekerasan untuk
mencapai tujuannya.
Menurut Cangara (2007: 165), berita
adalah bagian dari proses komunikasi, yakni komunikasi massa. Dimana pesan yang
disampaikan melalui media massa memberikan efek atau pengaruh terhadap
khalayak. Dalam hal ini, efek sendiri berarti perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima
pesan. Efek atau pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat
penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan.
Salah satu berita di televise yaitu Metro Highlights edisi kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh
di Solo pada episode 1 Oktober 2011.
TINJAUAN KONSEP
Kontroversi mengenai pengertian jihad sebenarnya sudah dimulai sejak lama
namun kembali menghangat ketika aksi terorisme mulai bermunculan di tanah air
dan menjadi topik perdebatan antara ulama agama Islam, khususnya antara mereka
yang berpandangan moderat dan mereka yang berpandangan radikal. Sedangkan
Internet merupakan salah satu media massa yang memiliki karakteristik berbeda
dengan media massa lainnya. Pengertian lebih mendalam mengenai konsep ajaran
jihad dan Internet diperlukan karena terkait dengan metode penelitian yang akan
digunakan pada penelitian ini.
Ajaran Islam
Agama Islam memiliki seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia dan aturan mengenai
hubungan manusia dengan Tuhannya. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Pada
umumnya ulama sependapat bahwa sumber hukum primer adalah kitab suci Alquran
dan Hadits. Sumber hukum lainnya setelah kedua sumber hukum utama tersebut
adalah ijtihad. Ketiga sumber ajaran tersebut merupakan satu rangkaian kesatuan
dengan urutan yang tidak boleh dibalik.
Alquran adalah firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan bahasa arab, merupakan
mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
(Departemen Agama). Pokok-pokok kandungan dalam Alquran mencakaup ajaran
mengenai keesaan Tuhan (tauhid), ibadah, janji dan ancaman serta kisah umat
terdahulu.
Sumber hukum kedua setelah Alquran adalah Sunnah yaitu segala sesuatu
yang berasal dari Nabi Muhammad baik perbuatan, perkataan, dan penetapan
pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang
jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sumber hukum berikutnya setealh Al-Qur’an dan Hadits adalah Ijtihad yang
berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum dari
dalil-dalil Alquran dan hadits. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu
masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadits, maka dapat
dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran namun tetap mengacu pada
Alquran dan hadis.
J i h a d
Jihad merupakan salah satu ajaran Islam yang termuat baik dalam Alquran
maupun hadits. Namun mereka yang terlibat dalam tindakan bom bunuh diri,
peledakan di berbagai tempat dan aksi kekerasan lainnya sering kali menyatakan
bahwa tindakan mereka adalah jihad. Kalangan ulama Islam moderat umumnya
memiliki dua pengertian terhadap jihad yaitu:[2]
(1)
Segala usaha dan upaya sekuat tenaga
serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan
agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut
qital atau al-harb,
(2)
Segala usaha yang sungguh-sungguh dan
berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perbedaan antara terorisme dengan jihad
adalah bahwa terorisme sifatnya merusak dan anarkis, tujuannya untuk
menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain, dan dilakukan tanpa
aturan dan sasaran tanpa batas, sedang jihad sifatnya melakukan perbaikan
sekalipun dengan cara peperangan, tujuan-nya menegakkan agama Allah dan/atau
membela hak-hak yang terzalimi, dan dilakukan dengan mengikuti aturan yang
ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas.
Kriteria terorisme dapat dipahami sebagai kegiatan menyengsarakan
penduduk, merusak perdamaian, mengancam keselamatan jiwa, dan harta benda, dan
mengancam ketenteraman dan kenyamanan hidup manusia. Dalam UU No. 15 Tahun 2003
tentang Penetapan Peraturan Pengganti UU
No. 1 Tahun 2002 entang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi
Undang-undang diterangkan bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas Negara dan
mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional
maupun internasional.
Munculnya kelompok-kelompok radikal yang melakukan aksi kekerasan disebut
sebagai bentuk distorsi dalam memahami ajaran agama yang salah satunya adalah
sifat terlalu kaku atau rigid dalam memahami teks ajaran agama (nash) sehingga
menimbulkan sikap tidak toleran terhadap pemahaman ajaran agama yang berbeda
dari pemahaman kelompoknya. Tekstualisme agama membawa dampak buruk pada citra
umat Islam yang dipersepsikan ekslusif, kaku dan tertutup tidak bisa menerima
hal-hal baru. Kelompok ini juga cenderung secara frontal menyalahkan kelompok
lain yang tidak sefaham dengan kelompoknya, sehingga sering menimbulkan
benturan dan tidak jarang juga menimbulkan konflik di antara umat Islam.[3]
BERITA
Menurut Wibowo (2007: 132) program News atau
berita adalah suatu sajian laporan berupa fakta dan kejadian yang memiliki
nilai berita dan disiarkan melalui media secara periodik. Dr. Willard G. Bleyer
mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian
sejumlah pemirsa, dan berita terbaik ialah berita yang paling menarik perhatian
bagi sejumlah pembaca yang paling besar. Departemen Pendidikan RI
mendefinisikan berita sebagai laporan mengenai, kejadian atau peristiwa yang
hangat. Juga berita disamakan maknanya dengan “kabar” dan “informasi”, yang
berarti penerangan, keterangan, atau pemberitahuan.
Pendapat Suhandang mengatakan bahwa (2004:103) berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang
segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang
melibatkan fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun
aktual dalam arti ”baru saja” atau hangat di bicarakan orang banyak. Menurut
Hikmat (2005: 15), berita ialah
laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan
menarik bagi sebagian besar penonton, serta menyangkut kepentingan mereka.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis framing. Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya
analisis isi dan analisis semiotik. Framing
secara sederhana adalah membingkai peristiwa. Menurut Sobur, Analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil,
bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita
tersebut.
Menurut Kriyanto bahwa Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran
tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan
secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Dengan kata lain
bagaimana realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media.
Dalam penjabaran peulisan ini menggunkan model analisis framing Robert
Entman.
PEMBAHASAN
NO
|
Model
|
Analisa
|
1
|
Problem Identification
(Identifikasi Masalah)
|
“Secara internal saya juga minta dilakukan investigasi. Apa yang telah
dilakukan oleh jajaran intelejensi kita,
jajaran kepolisian kita utamanya yang ada di daerah karena saya
mengetahui bahwa sesungguhnya dari pihak intelejensi telah diberikan semacam
pemeberitahuan atau peringatan dan saya tahu juga bahwa kapolri juga sudah
memberikan instruksi-instruksi kepada jajaran kepolisian.”
Pidato diatas menyatakan
kekecewaan presiden SBY terhadap jajaran intelejensi dan kepolisian yang
tidak tanggap dalam mengolah informasi. Dan juga dari kutipan pidato presiden
SBY yang diambil oleh metro tv, nampak bahwa metro tv mengidentifikasikan
penyebab dari masalah ini bahwasannya pihak kepolisian telah lalai dalam
menanggapi informasi yang diberikan oleh intelejen, sehingga timbul tindakan
terorisme atau bom bunuh diri di gereja bethel injil sepenuh. Yang diperkuat
oleh voice over dari metro
highlights.
“Presiden SBY memerintahkan investigasi internal di jajaran intelejen
dan kepolisian republik Indonesia. Perintah investigasi internal ini ,
berawal dari kegeraman SBY karena kecolongan dengan 2 ledakan bom kurun waktu
5 bulan terakhir. Bahkan SBY kecewa informasi dari badan intelejen tidak di
garap dengan baik oleh aparat keamanan. Sehingga terjadi ledakan di gereja
bethel injil sepenuh.”
Dari pernyataan diatas terlihat
bahwa Presiden merasa kecewa karena anak buahnya atau pihak kepolisian yang
tidak dapat tanggap dalam menggarap informasi yang amat penting dari badan
intelejen, sehingga terjadi ledakan di Gereja Bethel Injil Sepenuh,Solo. Yang
seharusnya kejadian ini tidak akan terjadi, jika saja ada tindakan preventif
dari pihak kepolisian. Dari apa yang sudah diungkapkan, mengarahkan pada
“keheranan” Metro TV yang dinyatakan dalam program Metro Highlight terhadap
sikap dari pihak kepolisian. Jika memang telah ada informasi, mengapa tidak
ada tindakan?
“Sangat aneh memang, ada informasi intelejen mengenai ancaman bahaya,
namun tidak ada tindakan preventif yang dilakukan, semisalnya penambahan
pasukan di suatu tempat atau sweeping sebagaimana yang dilakukan pasca kejadian.
Atau
dengan kata lain, sudah tahu tapi kok diam saja? Apakah memang prosedurnya
harus menunggu jatuhnya korban, baru
polisi bergerak???
Seribu
satu alasan memang bisa saja di buat. Bahkan kepala BIN yang juga merupakan
mantan Kapolri, jendral purnawirawan Sutanto, tidak bisa berkutik atas apa
yang dilakukan para juniornya. Padahal
informasi tersebut sudah di berikan kepada polisi, sejak bulan agustus atau
sebulan sebelum terjadinya ledakan, sehingga seharusnya sudah ada antisipasi
sejak awal.”
|
2
|
Causal Interpretation
(Identifikasi Penyebab Masalah)
|
“Menurut penasehat senior internasional crisis group Sidney Jones dan
pengamat intelejen Mardigu. Teror bom terjadi karena, aparat keamanan saat
ini cenderung membiarkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok
radikal. Nah... pernyataan 2 orang ahli ini, ditambah dengan kondisi yang
telah ada selama ini, sebenarnya sudah cukup menggambarkan mengenai apa yang
terjadi dengan teror di indonesia. Meskipun tidak bisa kita katakan aparat
keamanan dengan sengaja memelihara dan membesarkan teroris. Namun bisa
dibilang telah terjadi pembiaran benih-benih teror dalam bentuk kekerasan.
Kita dengan mudah melihat tumbuhnya organisasi-organisasi yang
mengatasnamakan agama maupun suku, dan kerap melakukan kekerasan, namun
adakah yang ditangkap? Sangat jarang. Jadi sekali lagi muncul pernyataan,
tidakah aparat keamanan melakukan pembiaran tumbuhnya benih-benih terorisme,
anda bisa menilainya sendiri.”
Kasus yang terjadi di Solo,
merupakan kasus bom bunuh diri yang seharusnya dapat dicegah. Namun hal itu
tidak dilakukan oleh pemerintah dan pihak kepolisisan (khususnya). Pernyataan
diatas memberikan penjelasan mengenai betapa pemerintah dan kepolisian
melakukan “pembiaran” terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat mengarah
terhadap tindak kekerasan atau terorisme begitu saja. Sehingga hal yang dapat
ditanggulangi dan dicegah justru dapat terjadi dengan sangat mulus. Dan
masyarakat dapat menilai sendiri mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung
jawab dalam peristiwa yang terjadi.
|
3
|
Moral Evaluation
(Evaluasi Moral)
|
“Terang
saja aksi terorisme yang melanda kota solo yang selama ini tenang,
menimbulkan banyak spekulasi. Mulai dari profokasi untuk memperkeruh suasan
kota solo. Atau pengalihan isu, atas berbagai peristiwa nasional. Dan kasus
korupsi yang menyeret banyak petinggi negara. Serta mulai terkuaknya
konspirasi dibelakang kasus Antasari Azhar yang sarat muatan politis, yang
membuat banyak pejabat negara yang terseret didalamnya. Hingga upaya
menghancurkan citra baik dari walikota surakarta Djoko Widodo, yang dinilai
sebagai walikota terbaik indonesia, dan memiliki rekam jejak nyaris tanpa
masalah.
Khusus
Djoko Widodo, walikota yang low profile ini, dinilai banyak orang sebagai
salah satu aset penting, sosok pemimpim bersih, yang suatu saat bisa saja
melaju kepentas nasional. Sehingga spekulasi bom di kota solo muncul sebagai
salah satu cara mengganjal dirinya. Entahlah mana yang benar dari semua
spekulasi tersebut. Namun yang pasti, ada yang tidak beres dari institusi
besar yang bernama pemerintah. Yang seharusnya membuat rakyat sebagai pemilik
negara ini hidup dalam ketakutan. Pengelola negara ini telah abai dengan
jiwa-jiwa tak berdosa yang harus dilindungi.”
Penilaian moral yang dapat
diambil dari berita ini adalah adanya spekulasi di masyarakat dari rentetan
kasus yang menimpa petinggi negara ini sampai terkuaknya konspirasi dari
kasus Antasari Azhar yang sarat muatan politis. Hingga munculnya spekulasi
untuk menghancurkan reputasi baik dari walikota solo yang merupakan salah
satu dari walikota terbaik di Indonesia. Mengapa jika saja ada pemimpin yang
reputasinya bersih nyaris tanpa adanya kasus selalu diusik dengan percobaan
penghancuran reputasinya seperti tragedi bom di kota solo ini. Tindakah
seharusnya kita bangga memiliki sosok pemimpin bersih seperti ini? Bom bunuh
diri seperti ini jelas salah, karena merugikan diri sendiri dan orang banyak.
Tindakan ini mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain serta trauma mendalam bagi korban yang masih hidup.
Namun yang sudah mengetahui hal ini akan terjadi (Pihak Kepolisian) justru
membiarkannya. Jika hal ini dapat di cegah sejak dini, mungkin tidak akan
jatuh korban.
Metro tv menggambarkan
bahwasannya kejadian bom bunuh diri yang terjadi, banyak menimbulkan
spekulasi seperti halnya pengalihan isu atas kasus korupsi yang menyeret
beberapa petinggi negara. Seperti adanya pembiaran yang dilakukan pihak
kepolisian akan terjadinya kasus bom bunuh diri ini. Dan juga timbulnya
spekulasi penghancuran reputasi dari walikota solo, yang selama ini dikenal
sebagai walikota terbaik di Indonesia.
|
4
|
Treatment Recommendation
(Saran
Penaggulangan Masalah)
|
“Polisi-polisi ini terlihat sangat sibuk menggeledah beberapa
kendaraaan yang melintas di sebuah jalan. Mereka menghentikan kendaraan roda
2 dan roda 4 yang dianggap mencurigakan, untuk mengantisipasi teroris yang
mencoba melarikan diri, dan barang berbahaya lainnya.
Peristiwa ini terjadi hampir disemua kota di Indonesia, tentunya atas
perintah jajaran pimpinan kepolisian, tak lama setelah terjadinya ledakan bom
bunuh diri di gereja bethel injil sepenuh kota solo.
Upaya polisi yang memperketat sweeping kendaraan setiap pasca
terjadinya kejadian aksi teror ini patut dipuji. Namun tetap timbul
pertanyaan, mengapa hanya dilakukan setelah aksi teror terjadi di sebuah
tempat?”
Jika saja aparat penegak hukum
dapat sigap dalam melakukan sweeping seperti
ini, bisa saja hal ini tidak akan terjadi lagi. Dari apa yang telah diungkap
oleh metro tv, timbul pertanyaan mengapa selalu saja sweeping kendaraan seperti ini selalu terjadi saat aksi teror
telah terjadi di sebuah tempat, adakah tindakan dari aparat penegak hukum
untuk selalu sigap dalam menekan aksi terorisme seperti ini. Hal seperti ini
seharusnya dilakukan diawal saat sebelum terjadinya kasus pemboman. Bukan
saat terjadi pemboman kepolisian baru melakukan pemeriksaan.
|
KESIMPULAN
Metro TV pada program Metro Highlight mengambil sudut pandang yang
berlawanan dengan pihak pemerintah. Terlihat dari sindiran dan ungkapan “tajam”
yang diutarakan. Serta tidak ditampilkannya “pembelaan” dari pihak yang
dinyatakan bertanggung jawab (kepolisian). Melainkan mengutip pendapat-pendapat
dari para ahli terorisme yang menganggap pemerintah telah kecolongan dalam
menjaga keamanan di indonesia khususnya di kota solo.
DAFTAR PUSTAKA
Bernard
Berelson, Content Analysis in
Communication Research dalam Roger
D. Wimmer dan Joseph R. Dominick, Mass
Media Research: An Introduction
Cangara, Hafied, 2007, Pengantar Ilmu Komunikasi,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Denis McQuail, McQuail's Mass Communication Theory, 4th
Edition, Sage Publication Ltd, 2000.
E.M.,
Griffin, A First Look At Communication Theory, Special Consultant Glen
McClish, Fifth Edition, McGraw Hill, 2003.
Innis
antara lain: The Bias of Communication,
University of Toronto Press, 1951 dan Empire
and Communication, University of Toronto Press, 1972.
K Krippendorf, Content Analysis: An Introduction to Its
Methodology, Sage Publication, Beverly Hills, CA, 1980.
Kriyanto, Rachmat, Teknik Praktis Riset
Komunikasi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group
Kusumaningrat, Hikmat,
2005, Jurnalistik teori dan praktek,
Bandung, .PT Remaja rosdakarya
M.H.,Walizer &
P.L.,Wienir, Research Methods and
Analysis: Searching for Relationship, Harper & Row, New York, 1978.
Marshal
McLuhan dan Quentin Fiore, The Medium is
the Massage, New York, Bantam, 1967.
Marshall
McLuhan, Understanding Media,
McGraw-Hill, New York, 1964.
Richard West dan
Lynn H. Turner, Introducing Communication
Theory, McGraw-Hill, 2007.
Roger D. Wimmer
dan Josep R. Dominick, Mass Media
Research: An Introduction, 7th Edition, Wadsworth Publishing Company,
Belmont, 2003.
Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick, Mass Media Research: An Introduction, 7th Edition, Wadsworth
Publishing Company, Belmont, 2003
Suhandang, Kustadi, 2004, Pengantar Jurnalistik, Bandung, Nuansa
Stephen W.
Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of
Human Communication, Marshall McLuhan dan Eric McLuhan, Laws of Media: The New Science,
University of Toronto Press, 1988.
Wibowo, Fred, 2007, Teknik
Produksi Program Televisi, Yogyakarta, Pius Book Publisher
[1] Dicky Andika, lahir Palembang pada
tanggal 14 april 1982. Menempuh pendidikan sarjana S1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidatullah pada tahun 2000-2004, dan melanjutkan pendidikan
pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia pada tahun 2005-2007.
Sekarang sebagai dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi dan menjabat sekretaris
Bid. Studi Broadcasting FIKOM UMB. Aktif sebagai peneliti dan pengapdian
masyarakat di Universitas Mercu Buana Jakarta. Juga mengajar di FIDKOM UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, serta aktif menjadi pembicara dalam kajian
Literacy media dan komunikasi antar budaya. email: dq_andika@yahoo.com
[2] Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 16
Desember 2003 sebagaimana dikemukakan Ramli Abdul Wahid, Ketua Komisi Dikbud dan Anggota Komisi Fatwa MUI-Sumatera Utara dalam
artikelnya Fatwa MUI tentang Terorisme.
0 komentar:
Posting Komentar